Selasa, 03 Mei 2011

Hidup Seimbang ala Orang Madura

Hidup Seimbang ala Orang Madura
Dalam masyarakat Madura sebenarnya banyak kearifan lokal yang mendorong orang untuk hidup secara seimbang. Keseimbangan hidup itu diwujudkan dengan menjaga hubungan kepada Allah maupun dengan sesama.

Ada ungkapan abanthal syahadat asapo’ iman (berbantal syahadat, berselimut iman), suatu ungkapan yang menyiratkan pentingnya agama menjadi sandaran dalam kehidupan kita. Bagi orang yang tidak menjalankan perintah agama dalam masyarakat Madura disebut edhina Pangeranna (ditinggal Tuhannya = tidak memperoleh petunjuk)

Dalam pergaulan sosial, kesimbangan hidup itu harus dimulai dari pribadi. Jhege pagharra dhibi’ ja’ parlo ajhege pagharra oreng laen (jaga pagar sendiri, jangan justru menjaga pagar orang lain) adalah anjuran untuk selalu introspeksi dengan melihat kesalahan sendiri daripada mencari-cari kesalahan orang lain. Jhile reya ta’ atolang (lidah itu tidak bertulang) mengajarkan sikap kehati-hatian dalam berbicara atau pentingnya menjaga mulut untuk tidak mengeluarkan perkataan tidak baik, menyinggung, fitnah dan perkataan yang merugikan orang lain. Atau odhi’ e dunnya akantha nete obu’ (hidup di dunia ibarat meniti selembar rambut) juga mengajarkan sikap kehati-hatian dalam menjalani kehidupan di dunia agar tidak tergelincir dalam kemaksiatan, kejelekan, dan kejahatan.

Orang Madura juga punya ukuran terhadap prilaku baik dalam pergaulan sosial yaitu andhap asor (rendah hati). Andhap asor mensyaratkan kesantunan, kesopanan, penghormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya yang harus dimiliki orang Madura. Sehingga bagi orang Madura orang itu tidak dinilai dari segi luarnya tapi hatinya seperti ungkapan raddin atena, bhegus tengka gulina (jika cantik hatinya,prilakunya pasti baik). Atau pantun seperti di bawah ini:

Ba’ omba’ tana balina
Tana temor paseseran
Ba’juba’ teppa gulina
Panda’ omor kepekkeran

(saya sulit menerjemahkan secara harfiah. Tetapi intinya, meski wajah jelek tapi baik budi pekertinya, akan dikenang meski telah wafat)

Dalam kehidupan sosial, masyarakat Madura sebenarnya menekankan hidup harmoni. Hal ini bisa dilihat dari ungkapan Rampa’ naong beringin korong (lihat posting saya, rampak naong falsafah hidup damai ala orang madura) . Anjuran-anjuran untuk saling tolong-menolong dan pentingnya solidaritas sosial juga sangat ditekankan seperti ungkapan ghu’tegghu’ sabbhu’ atau song-osong lombung.

Masyarakat Madura juga dikenal sebagai pekerja keras (posting menarik Tuti Precil, rahasia sukses orang madura) . Banyak orang Madura-terutama yang merantau, sukses secara ekonomi. Banyak falsafah yang menekankan pentingnya kerja keras seperti karkar kar colpe’ (pinjem filosofi ayam: baru matok makanan setelah menyakarkan kakinya dulu), bantheng tolang seang are seang malem (banting tulang siang-malam), abharentheng (semangat dan optimis dalam bekerja), sapa atane bakal atana’(siapa yang bertani, bakal menanak), dll.

Tapi jika kaya, sebagai buah dari kerja kerasnya, orang Madura dituntut untuk peka terhadap orang di sekitarnya, lebih-lebih kepada orang yang tidak mampu. Falsafah mon sogi pasogha’ (kalau kaya harus menjadi penyangga yang lemah) menyiratkan anjuran bahwa jika kaya harus mampu menjadi tiang penyangga bagi orang miskin.

Jika mampu (kaya) orang Madura juga tidak lupa untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah dengan kuatnya keinginan menunaikan ibadah haji. Hampir semua orang Madura bercita-cita dapat menjalani rukun Islam yang terakhir itu (lihat posting saya, orang madura naik haji). Dalam masyarakat Madura keinginan menunaikan ibadah haji itu diungkapkan dengan istilah mangkadhe (mau barangkat/naik) atau dha’ bara’a (mau ke arah barat, mungkin karena arah mekkah di barat).

Masyarakat Madura dikenal begitu kuat menjaga rahasia keluarga. Apa yang terjadi dalam keluarga sebisa mungkin tidak menjadi perbincangan masyarakat luas, jha’ methha’ buri’ etengnga lorong (jangan memperlihatkan (maaf) bokong di jalan raya). Tetapi jika yang disembunyikan adalah kejelekan cepat atau lambat toh orang akan tahu juga, sapenter-penterra nyimpen babathang paste e kaedhing bauna (bangkai dipendam, baunya pasti kecium juga).

Inilah sebagian kearifan lokal masyarakat Madura. Keseimbangan hidup adalah kunci kebahagiaan. Sayang, bagi orang luar, Madura hanya dikenal caroknya. Semoga tulisan ini bisa memberi pemahaman yang utuh tentang budaya Madura.

(terimakasih kepada santri pp nasa yang telah mengajari saya kata-kata bijak Madura yang sangat inspiratif)

Matorsakalangkong

0 komentar:

Posting Komentar